Text
Mui berfatwa ormas Islam bersikap
Hubungan antara MUI dengan Pemerintah pada masa orde baru menimbulkan efek yang dirasa kurang baik bagi MUI sendiri. Sebab, kedekatan itu kemudian menjadikan sisi lain dari tugas dan fungsi MUI menjadi tumpul, terutama dalam kaitan memberi pertimbangan kebijakan politik dari sisi agama.
Pada era reformasi, terjadi perubahan yang sangat tampak dari hasil MUNAS VI Juli 2000. Dalam wawasan yang dirumuskan pada MUNAS tersebut, MUI mengutip beberapa ayat dan hadits yang menjelaskan pentingnya peran ulama dalam masyarakat. Selain itu, beberapa hal yang berkaitan dengan peranan ulama sebagai pewaris nabi (al ulama warsatul anbiya), bekerja sama dengan berbagai unsur yang ada dalam masyarakat saling bahu membahu dalam membangun masyarakat yang maju dan memiliki akhlaq mulia, sekaligus mengantisipasi berbagai perkembangan untuk terwujud masyarakat Indonesia yang baru, yakni masyarakat madani (khair al-ummah) yang menekankan nilai-nilai persamaan (al-musāwāh), keadilan (al-'adalah), dan demokrasi (syürä).
Untuk mewujudkan perannya dalam masyarakat, MUI kemudian mencanangkan lima hal, yaitu: Sebagai pewaris tugas-tugas para nabi; pemberi fatwa; pembimbing dan pelayan umat; sebagai gerakan islah wa al-tajdid; dan sebagai penegak amar ma'ruf dan nahyi munkar.
Sementara dalam setiap organisasi sosial keagamaan juga terdapat lembaga fatwa. Hal ini yang menjadikan hubungan MUI dengan organisasi-organisasi sosial keagamaan semakin tambah pelik, khususnya hubungan komisi fatwa MUI dan lembaga-lembaga fatwa masing-masing organisasi sosial Islam kadang bersinergi, tetapi ada pula yang tidak sinergi. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya sinergi di kalangan organisasi sosial keagamaan dan sebaliknya kendala apa yang menjadikan mereka tidak bersinergi.
Tidak tersedia versi lain